Free Tail- Heart 1 MySpace Cursors at www.totallyfreecursors.com
HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/cursor_files/hearttailup.ani"), url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/hearttailup.gif"), auto;} amanda baguspriyadi

Sabtu, 11 Juni 2011

5 contoh penyakit pankreas beserta LPnya

 TUMOR PANKREAS
A. Definisi
Tumor Pankreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan endokrin pankreas, serta jaringan penyangganya. Tumor pancreas terdapat tumor eksokrin dan tumor endokrin. Tumor eksokrin pankreas adalah tumor ganas dari jaringan eksokrın pankreas, yaıtu adenokarsinoma duktus pancreas, dan adenoma untuk yang jinak. Tumor eksokrin pankreas pada umumnya berasal dari sel duktus dan sel asiner. Sekitar 90% merupakan tumor ganas jenis adenokarsinoma duktus pankreas (disingkat kanker pankreas). Yang termasuk tumor endokrin pancreas ialah insulinoma, glukagonoma, somastatinoma, dan gastrinoma.
Gastrinoma adalah tumor pankreas yang mneghasilkan hormon gastrin dalam jumlah yang sangat besar yang akan merangsang lambung untuk mengeluarkan asam dan ensim”nya sehingga terjadi ulkus peptikum. (www.medicastore.com)
Tumor Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang melapisi saluran pankreas. (http://medicastore.com/penyakit/481/Adenokarsinoma_Pankreas.html )

B. Epidemiologi
Insiden kanker pancreas sejak 20 hingga 30 tahun yang lalu,khususnya diantara orang-orang yang bukan kulit putih.Tumor pancreas menyebabkan kematian terkemuka yang menempati urutan ke empat di Amerika Serikat dan paling seri ng ditemukan pada usia 60 hingga 70an tahun.Kebiasaan merokok,kontak dengan zat kimia industri atau toksin dalam lingkungan,dan diet tinggi lemak,daging ataupun keduanya memiliki hubungan dengan peningkatan insiden kanker pancreas meskipun peranannya dalam menyebabkan kelainan keganasan ini masih belum jelas seluruhnya.Resiko kanker pancreas akan meningkat bersamaan dengan tingginya kebiasaan merokok.DM,Pankreatitis kronis,dan Pankreatitis herediter juga memiliki kaitan dengan kanker pancreas.Pankreas dapat pula menjadi tempat metastasis dari tumor lain.(Warshaw & Fernandes-del Castillo,1992)

C. Etiologi
Penyebab sebenarnya kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian epidemiologic menunjukkan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa factor eksogen (lingkungan) dan faktor endogen pasien. Etıologi kanker pankreas merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dan factor lingkungan.
• Faktor Eksogen (Lingkungan)
Telah diteliti beberapa faktor resiko eksogen yang dihubungkan dengan kanker pankreas, antara lain : kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alcohol, kopi, dan zat karsinogen industry. Factor resiko yang paling konsisten adalah merokok.
• Factor Endogen (Pasien)
Ada 3 hal penting sebagai faktor resiko endogen yaitu : usia, penyakit pancreas (pankreastitis kronik dan diabetes militus) dan mutasi genetik.

• Faktor Genetik
Pada masa kini peran faktor genetik pada kanker pancreas makin banyak diketahui. Sekitar 10% pasien kanker pancreas mempunyai predisposisi genitik yang diturunkan. Proses karsinogenesis kanker pankreas diduga merupakan akumulasi dari banyak kejadian mutasi genetik.
Kebanyakan penderita gastrinoma memiliki beberapa tumor lainnya yang berkelompok didalam atau didekat pancreas. 50% kasus merupakan suatu kegansan. Kadang-kadang gastrinoma merupakan bagian dari suatu kelainan bawaan yaitu neoplasia endokrin multiple. Neoplasia ini merupakan sumber yang berasal dari sel-sel pada kelenjar endokrin yang berlainan seperti sel-sel yang menghasilkan insulin pada pancreas.

D. Faktor Predisposisi :
1.Bertambahnya usia
2.Kebiasaan merokok
3.Diet rendah lemak
4.Diabetes
5.Radang pankreas kronik
6.Genetik

E. Patofisiologi
Kanker pancreas hampir 90% berasal dari duktus, dimana 75% bentuk klasik adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin. Sebagian besar kasus (70%), lokasi kanker pada kaput pancreas, 15-20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada waktu di diagnosis, ternyata tumor pancreas relative sudah besar. Tumor yang dapat direseksi biasanya besarnya 2,5-3,5cm. Pada sebagian besar kasus tumor sudah besar (5-6cm), dan atau telah terjadi infiltrasi dan melekat pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat direkseksi.
Pada umumnya tumor meluas ke retroperitoneal ke belakang pankreas, melapisi dan melekat pada pembuluh darah, secara mikroskopik terdapat infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe, dan perineural. Pada stadium lanjut, kanker kaput pancreas sering bermetastasis ke duodenum, lambung, peritoneum, hati dan kandung empedu. Kanker pancreas pada bagian dan ekor pancreas dapat metastasis ke hati, peritoneum, limpa, lambung dan kelenjar adrenal kiri. Karsinoma di kaput pancreas sering menimbulkan sumbatan pada saluran empedu sehingga terjadi kolestasis ekstra-hepatal. Disamping itu akan mendesak dan menginfiltrasi duodenum, yang dapat menimbulkan peradangan di duodenum. Karsinoma yang letaknya di korpus dan kauda, lebih sering mengalami metastasis ke hati danke limpa.

F. Klasifikasi
1.Tumor pada kaput pankreas : Tumor ini menyebabkan obstruksi duktus koledokus tempat saluran yang berjalan melalui kaput pankreas untuk bersaru dengan duktus pankreatikus dan berjalan pada ampula fater ke dalam duodenum.Obstruksi aliran getah empedu akan menimbulakn gejala ikterusb yaitu feses yang berwarna pekat dan urine yang berwarna gelap.
2.Tumor pulau langerhans pankreas : Pankreas terdiri dari pulau-pulau langerhans yaitu kumpulan kecil sel-sel yang mengeksresikan produknya langsung ke dalam darah dan dengan demikian merupakan bagian dari sistem endokrin.Paling tidak ada 2 tipe tumor sel pulau langerhans yang telah diketahui yaitu tumor yang meneksrisikan insulin dan tumor yang tidak meningkatkan sekresi insulin.
3.Tumor ulserogenik : Sebagian tumor pulau langerhans berhubungan dengan hipersekresi asam lambung yang menimbulkan ulkus pada lambung,duodenum,dan bahkan jejuneum.Hipersekresi tersebut bisa terjadi begitu hebat sehingga sekalipun rekseksi parsial lambung sudah dilakukan tapi masih tersisa cukup banyak asam yang menimbulkan ulserasi lebih lanjut.Apabila terjadi kecendrungan untuk terjadinya ulkus lambung atau duodenum kemungkinan adanya tumor ulserugenik.
G. Komplikasi
• Kanker pancreas
• DM type 2
• Kolelitiasis
• kolesistitis

H. Gejala Klinis
Rasa nyeri,ikterus atau keduanya terdapat pada lebih dari 90% pasien,seiring dengan penurunan berat badan,gejala tersebut dipandang sebagai tanda-tanda klasik karsinoma pancreas.Manifestasi ini mungkin baru tampak setelah penyakitnya memasuki stadium yang sangat lanjut.Tanda-tanda lain menyangkut penurunan berat badan yang cepat,mencolok,dan progresif.Disamping gangguan rasa nyaman atau nyeri yang samar-samar pada abdomen pada bagian atas atau bagian bawah gangguan ini susah dijlaskan dan tidak disertai gangguan fungsi gastrointestinal. Gangguan rasa nyaman tersebut menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan kebagian tengah punggung dan tidak berhungungan dengan postur tubuh dan aktivitas. Penderita karsinoma pancreas sering merasakan bahwa serangan nyerinya dapat dikurangi jika ia membungkuk, rasa nyeri tersebut acap kali bertambah p0arah ketika ia berbaring terlentang. Ini dapat bersifat progresif dan hebat sehingga memerlukan penggunaan preparat analgesic narkotik. Serangan nyeri ini sering terasa lebih berat pada malam harinya. Sel-sel ganas dari kanker pankreas sering terlepas dan masuk kedalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Asites umunya terjadi. Suatu tanda yang sangat penting jika ada adalah timbulnya gejala-gejala defiisiensi insulin yang terjadi atas glukosuria, hyperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal. Diabetes dapat menjadi tanda dini karsinoma pankreas. Makan sering meningkatkan nyeri epigastrium dan gambaran ini biasanya sudah terjadi beberapa minggu sebelum munculnya ikterus serta pruritus. Pembuatan voto seri gastrointestinal memperlihatkan deformitas organ visera didekat pankreas yang disebabkan oleh massa pankreas yang terjepit itu.

• GEJALA KLINIS :
Nyeri di bagian epigastrium, berat badan turun, timbulnya ikterus (kaput pancreas), anoreksia, perut penuh, kembung, mual, muntah, intoleransi makanan, nyeri disekitar umbilikus dan badan melemah. Pada tumor di korpus dan kauda penkreas , nyeri terletak di epigastrium. Namun terutama di hipokondrium kiri dan kadang menjalar ke punggung kiri, serangan hilang timbul. Timbulnya ikterus akibat adanya duktus koledukus. Kadang juga terjadi perdarahan pada gastrointestinal. Perdarahan tersebut terjadi karena adanya erosi duodenum yang disebabkan oleh tumor pancreas, dan dapat juga dikarenakan adanya steatorea dan gajala dibetes militus.
• TANDA KLINIS :
Gizi kurang, pucat, lemah, kulit ikterik (kuning kehujauan), pruritus, hepatomegali, kandung empedu membesar, masa epigastrium, splenomegali, asites (berarti sudah terjadi invasi tumor ke peritoneum), tromboplebitis, edema tungkai, cairan asites bersifat hemoragik.
I. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi: abdomen terlihat buncit namun badannya kurus
• Palpasi: teraba masa pada abdomen
• Auskultasi: bising usus meningkat
• Perkusi:

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker pancreas antara lain : dari pengambilan darah yang perlu di perhatikan adalah serum lipase, amylase dan glikosa darah.kadar limpase lebih sering meningkat bila di bandingkan serum amylase. Karsinoma di kaput pancreas sering menyebabkan sumbatan di saluran empedu, karena itu perlu di periksa tes faal hati. Dapat ditemukan karena kenaikan kadar serum bilirubin, terutama kadar serum bilirubin konugasi (direk), fosfatase alkali, dan kadar kolesterol.
Pemeriksaan darah rutin umumnya masih dalam batas normal, hanya LED yang meningkat kalau ditemukan pasien animea, baru terlihat penurunan kadar Hb dan hematokrit. Petanda tumor CEA (carcinoembryonic antigen) dan Ca 19-9 (Carbohydrate antigenic determinant 19-9), pemeriksaan tinjapada pasien dengan ikterus akibat bendungan, tinjanya mengandung lemakyang busuk, gastroduodenografi, duodenografi hipotonis, ultrasonografi, CT (Computed Tomography), Skintigrafi pancreas, (magnetic resonance imaging) MRI, (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatico Graphy) ERCP, ultrasonografi endoskopik, angiografi, (positron emission tomography) PET, bedah laparaskopi dan biopsy.
1.Pemeriksaan USG
2.CT Scan
3.pemindai CT
4.EARCP
5.Pemeriksaan kolangiografi
6.Pemeriksaan angiografi

K. Prognosis
Pada penderita tumor pankreas biasanya ditemukan pada saaat terdignosis stadium lanjut dan tidak dapat direseksi ketika tumor tesebut ditemukan pertama kali kenyataannya karsinoma pankreas memiliki keberhasilan angka hidup kurang dari 5 tahun paling rendah bila dibandingkan pada 60 lokasi kanker lainnya.

L. Terapi atau Tindakan Penanganan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah definitif (yaitu,eksisi totalisi) sering tidak mungkin dilaksanakan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas ketika tumor tersebut terdiaknosis dan kemungkinan terdapatnya metastase khususnya ke hepar, paru-paru dan tulang. Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatip.

M. penatalaksanaan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun sering tidak mungkin dilaksanakan karena pertumbuhan yang sudah meluas ketika tumor tersebut terdiagnosis dan kemungkinan terdapatnya metastase khususnya di hepar, paru-paru dan tulang. Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan valiatif. Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi. Jika pasien mengalami pembedahan terapi radiasi intraokuratif dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosis tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain. Terapi radiasi intra okuratif dapat pula mengurangi rasa nyeri. Implantasi interstisia sumber radio aktif juga dapat dilakukan meskipun angka komplikasinya tinggi. Pemasangan stent bilient yang besar dan dilakukan secara perkutan atau melalui endokoskopi dapat dilakukan untuk mengurangi gejalan ikterus. Penelitian kini sedang dilaksanakan untuk mengkaji efek preparat pankreas.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
I. Identitas pasien
II. Status kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
b. Status Kesehatan Masa lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Diagnosa Medis dan Therapy
III. Pola Kebutuhan Dasar Manusia
1. Pola Nafas
2. Pola Nutrisi (Makanan dan Minuman)
3. Pola Eliminasi
4. Pola Aktivitas dan Latihan
5. Pola Tidur dan Istirahat
6. Pola Berpakaian
7. Pola Rasa Nyaman
8. Pola Kebersihan Diri
9. Pola Rasa Aman
10. Pola Komunikasi (Hubungan dengan orang lain)
11. Pola Beribadah
12. Pola Produktivitas (Fertilisasi, Libido, Menstruasi, Kontrasepsi, dll)
13. Pola Rekreasi
14. Kebutuhan Belajar
IV. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
b. Tanda- tanda Vital
2. Diagnosa keperawatan
DX 1 : Gangguan pola napas b/d distensi diafragma
DX 2 : Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pancreas
DX 3 : Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih
DX 4 : Pemenuhan nutrisi dari keb. Tubuh b/d pemasukan asupan oral yang tidak adekuat
DX 5 : Intoleransi aktifitas b/d kelemahan
DX 6 : Kurang pengetahuan b/d status kesehatan, prognosis, dan kebutuhan pengobatan



3. Rencana keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Gg. Pola napas b/d distensi abdomen ditandai dengan tidak maksimalnya pola nafas. setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3 x24 jam diharapkan pernapasan pasien normal dengan KH:
- pasien tidak mengalami sesak Tinggikan posisi kepala 30o
- Dorong latihan napas dalam
- Ubah posisi secara periodik
-Auskultasi suara nafas, catat adanya suara ronchi Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal & meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga thorak
- Meningkatkan ekspansi paru
- Meningkatkan pengisian udara seluruh segment paru
- Berikan oksigen tambahan
- Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran dan penurunan kerja napas
- Ronchi merupakan indikasi adanya obstruksi atau smapasme laringea yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat dan tepat.

2. Nyeri akut b/d penekanan obstruksi pankreas ditandai dengan distensi pada abdomen. Setelah diberikan tindakan keperawata selama 3x24jam diharapkan nyeri berkurang / terkontrol dengan KH:
- TTV normal
- pasien melaporkan nyeru hilang atau terkontrol.
- Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal, catat lokasi, intensitas(skala 0-10) dan lamanya.
- Letakkan pasien dalam posisi supinasi.
- pertahankan bel pemanggil dan barang yang sering digunakan dalam jangkauan yang mudah
- ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam), dan pengalihan nyeri (menonton tv, mengajak mengobrol) Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi.
- Mencegah hyper ekstensi .
- Membatasi ketegangan, nyeri pada daerah abdomen.
- Teknik relakasai dapat mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri.
3 Kurang cairan dan elektrolit b/d pengeluaran yang berlebih
Ditandai dengan diare Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pemenuhan cairan dan elektrolit terpenuhi dengan KE:
-pasien tidak mengalami dehidrasi. Kaji TTV
- Berikan intake cairan sesuai kebutuhan
- Observasi berat badan dan torgor kulit pasien TTV bermanfaat untuk mengetahui keadaan umum pasien
- Memenuhi kebutuhan cairan lebih cepat
- Indikator pisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurannya nutrisi

4 Pemenuhan nutrisi dari kebutuhan tubuh ditandai dengan anoreksia Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan nutrisi cairan pasien terpenuhi dengan KH:
-mual muntah –
diare –
-BB dapat di pertahankan Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
- Anjurkan oral higine 2 kali sehari
- Obs. Berat badan & turgor kulit pasien Untuk meningkatkan selera makan pasien
- Untuk mengurangi mual muntah
- Indikator fisiologi lanjut dari dehidrasi dan kurangnya nutrisi

5 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan ditandai dengan distensi abdomen Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 diharapkan pasien dapat beraktivitas dengan normal dengan KH:
Pasien tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat peningkatan kelelahan & perubahan TTV
- Berikan lingkunag tenang & batasi pengunjung. Dorong penggunaan manajement stres
- Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat Menetapkan kemampuan pasien beraktivitas
- Menurunan stres & rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
- Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan

6 Kurang pengetahuan b/d perubahan status kesehatan,prognosis penyakit dan cara pegobatan ditandai dengan cemas Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien mengerti tentang penyakit yang dideritanya dengan kriteria hasil pasien tdak cemas Berikan informasi tentang penyakit yang diderita
Evaluasi tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya Agar pasien mengetahui informasi tentang penyakitnya
Agar kita mengetahui seberapa pengatahuan pasien tentang penyakitnya

4. Evaluasi
DX 1: Pola napas normal
DX 2: Nyeri dapat teratasi
DX 3: Kekurangan cairan dan elektrolit teratasi
DX 4: Pasien tidak mengalami malnutrisi
DX 5 : Pasien tidak mengeluhkan adanya intolerasi aktifitas
DX6: Pengetahuan pasien tentang penyktnya bertamabah
 
PANKREATITIS AKUT

A.     Pengertian

Pankreatitis akut merupakan keadaan inflamasi pankreas yang bersifat reversibel. Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001) . Pankreatitis akut atau inflamasi pada pankreas terjadi akibat tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. (Brunner & Suddart, 2001:1339). Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan pankreas, secara klinis ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa  berakibat fatal. Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO ≤60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2 mg/dL) dan perdarahan saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis, pseudokista atau abses juga berperan dalam beratnya pankreatitis


B.     Klasifikasi
Pankreatitis Akut Interstisial. Terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema interstisial; biasanya ringan dan self limited. Secara makroskopik pankreas membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
Pankreatits Akut Nekrosis. Bisa setempat atau difus; terdapat korelasi antara derajat nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi sistemik. Secara makroskopik, tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial

Faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian masih belum diketahui. Pada 80% kasus pankreatitis akut, jaringan yang meradang masih hidup (pankreatitis interstisial), sisanya 20% mengalami nekrosis pankreas atau nekrosis peripankreas yang merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa. Nekrosis peripankreas diduga akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak peripankreas; sedang penyebab nekrosis pankreas adalah multifaktor (kerusakan mikrosirkulasi dan efek langsung enzim pankreas pada parenkim pankreas)
Pada pankreatitis interstisial dapat menunjukkan toksisitas sistemik yang jelas (gagal napas), umumnya self limited bila tidak terdapat nekrosis pankreas. Bila terdapat nekrosis pankreas, kerusakan bersifat permanen, karena adanya enzim pankreas, toksin, dan timbulnya infeksi sekunder
C.        Etiologi

Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut yaitu:

a.       Metabolik
1.      Alkoholisme
2.      Hiperlipoproteinemia
3.       Hiperkalsemia
4.      Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
5.      Genetik

b.      Mekanis
1.      Trauma
2.      Batu empedu
3.      Jejas iatrogenic
4.      Jejas perioperatif
5.      Prosedur endoskopik dengan penyuntikan zat warna

c.       Vaskuler
1.      Syok
2.      Atheroembolisme
3.      Poliarteritis nodosa

d.      Infeksi
1.      Parotitis (mumps)
2.      Coxsackievirus
3.      Mycoplsma pneumoniae

D.     Manifestasi Klinik

Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tegangan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut manimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjadi 24 hingga 48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa abdominal yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas, dan dengan penurunan peristaltis.

Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian, abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) di daerah pinggang dan di sekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis hemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusi dan agitasi dapat terjadi.

Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein karna cairan ini mengalir ke dalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardi, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gangguan pernapsan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnu, takipnu dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. 

E.         Patofisiologi

Pankreas menyekresikan sejumlah enzim; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif sementara protease, elastase dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivitas tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan mengubah (i) berbagai proenzim menjadi aktif (ii) prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan perdarahan, terjadi karna efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner.

Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivitas enzim pankreas meliputi hal-hal berikut ini:

a)      Obstruksi duktus penkreatikus. Batu empedu dapat terjepit di dalam ampula Vateri; di sebelah proksimal obstruksi, cairan kaya enzim menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim pankreas. Leukosit dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin proinflamatorik yang menggalakkan inflamasi local dan edema.
b)      Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karna virus (parotitis), obat-obatan, trauma atau iskemia.
c)      Defek transportasi-intraseluler proenzim. Enzim-enzim eksokrin pankreas mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivitas dan pelepasan enzim.
d)      Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktud pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal.
e)      Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan sudah di mulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada:

1)      Gen tripsinogen kationik (PRSS1), menimbulkan kehilangan suatu tempat pada tripsin yang esensial untuk inaktivasi enzim itu sendiri (mekanisme pengaman yang penting untuk mengatur aktivitas enzim tripsin).
2)      Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK1), yang menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu memperlihatkan aktivitas tripsin.

F.      Tanda Dan Gejala
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis yang menyebabkan pasien datang ke rumah sakit. Rasa sakit dan nyeri tekan abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tekanan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut menimbulkan rasa sakit.
Secara khas rasa sakit yang terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjdi 24-48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit menjadi semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit ini dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa pada abdomen yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas dan dengan penurunan peristatis. Rasa sakit yang disebabkan oleh pankreatitis sering disertai dengn muntah.
Pasien tampak berada dalam keadaan sakit berat defens muskuler teraba pada abdomen. Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) didaerah pinggang dan disekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis haemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusidan agitasi dapat terjadi. Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein, karena cairan ini mengalir kedalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardia, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi. Gagal ginjal akut sering dijumpai pada keadaan ini.
Gangguan pernafasan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnoe, tachipnoe dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal. Depresi miokard, hipokalsemia, hiperglikemia dan koagulopati intravaskuler diseminata dapat pula terjadi pada pankreatitis akut (Brunner & Suddart, 2001:1339)
G.    Pemeriksaan Penunjang
  1. Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
  2. Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.
  3. Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
  4. Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
  5. Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.
  6. Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
  7. Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).
  8. Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
  9. Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
  10. Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
  11. Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier.
  12. Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).
  13. Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
  14. Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.
  15. Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
  16. LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
  17. Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.
  18. Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
  19. Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).

H.    Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien pankreatitis akut bersifat asimtomatik dan ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan peroral harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parenteral nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik, serta untuk mengeluarkan asam hidroklorida agar asam ini tidak kembali mengalir kedalam duodenum serta menstimulasi pankreas. Preparat simetidin (Tagamet) juga digunakan untuk menurunkan sekresi asam hidroklorida.

Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karna akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas. Penggunaan morfin dan turunannya harus dihindari karna preparat ini dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi. Antiemetik dapat diberikan untuk mencegah muntah.

Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan dan mencegah gagal ginjal akut.

Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karna resiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru, dan atelektasis cenderung tinggi. Hipoksemia terjadi dengan frekuensi yang bermakna pada penderita pankreatitis akut sekalipun pada pemeriksaan sinar-X tidak tampak adanya kelainan. Perawatan respiratorius dapat berkisar dari pemantauan gas darah arteri yang ketat, pemberian oksigen hingga intubasi dan ventilasi mekanis.

Drainase Bilier. Pemasangan drain bilier (untuk drainase eksternal) dan stent (selang indwelling) dalam duktus pankreatikus melalui endoskoppi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.

Intervensi Bedah. Meskipun pasien yang berada dalam keadaan sakit berat mempunyai resiko bedah yang buruk, namun pembedahan dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa pankreatitis (laparatomi diagnostik), untuk membentuk kembali drainase pankreas atau untuk melakukan reseksi atau pengangkatan jaringan pankreas yang nekrotik. Pasien yang menjalani operasi pankreas dapat memiliki lebih dari satu drain yang terpasang pada tempat pascaoperatif dan luka insisi terbuka, yang dirigasi dan diganti balutannya setiap 2 sampai 3 hari sekali untuk menghilangkan debris nekrotik.

Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap.  

I.       Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Pankreatitis akut adalah:

1.       Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas.

Ditandai dengan: keluhan nyeri, focus pada diri sendiri, wajah meringis, perilaku distraksi/tegang.

2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.

Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.

Ditandai dengan: keluhan pemasukan makanan tidak adekuat, enggan makan, keluhan gangguan sensasi pengecap, penurunan berat badan.

4.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi.

Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

J.      Rencana Keperawatan

1.       Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas.

Tujuan:

a.    Mengatakan nyeri hilang/terkontrol.

b.    Mengikuti program terapeutik.

c.    Menunjukkan penggunaan metode yang menghilangkan nyeri.

No
Intervensi
Rasional
1.
Selidiki keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri
nyeri sering menyebar, berat dan tidak berhubungan pada pankreatitis akut atau perdarahan. Nyeri berat sering merupakan gejala utama pada pasien pankreatitis kronik. Nyeri tersembunyi pada kuadran kanan atas menunjukkan keterlibatan kepala pankreas. Nyeri pada kuadran kiri atas diduga keterlibatan ekor pankreas. Nyeri terlokalisir menunjukkan terjadinya pseudokista atau abses.
2.
Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan tenang.
menurunkan laju metabolik dan rangsangan/sekresi GI, sehingga menurunkan aktivitas pankreas.
3.
Ajarkan teknik relaksasi.
meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian; dapat meningkatkan koping.
4.
Pertahankan lingkungan bebas makanan berbau
rangsangan sensoridapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri
5.
Be Berikan analgesik pada waktu yang tepat (lebih kecil, dosis lebih sering).
/ nyeri berat/lama dapat meningkatkan syok dan lebih sulit hilang, memerlukan dosis obat lebih besar, yang dapat mendasari masalah/komplikasi dan dapat memperberat depresi pernapasan
6.
.    Pertahankan perawatan kulit, khususnya pada adanya aliran cairan dari fistula dinding abdomen.
enzimpankreas dapat mencerna kulit dan jaringan dinding abdomen, menimbulkan luka bakar kimiawi. 

2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.

Tujuan: mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.

No
Intervensi
Rasional
1.
 Awasi TD
perpindahan cairan, perdarahan, dan menghilangkan vasodilator (kinin) dan factor depresan jantung yang dipicu oleh iskemia pankreas dapat menyebabkan hipertensi berat. Penurunan curah jantung/perfusi organ buruk sekunder terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi sistemik.
2.
      Ukur masukan dan haluaran termasuk muntah/aspirasi gaster,diare. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
indikator kebutuhan penggantian/keefektifan terapi.
3.
Catat warna dan karakter drainase gaster juga pH dan adanya darah.
resiko perdarahan gaster tinggi.
4.
Timbang berat badan sesuai indikasi
penurunan berat badan menunjukkan hipovolemia; namun edema, retensi cairan dan asites mungkin ditunjukkan oleh peningkatan atau berat badan stabil.
5.
Be Catat turgor kulit, kulit/membrane mukosa kering, keluhan haus.
indikator fisiologis lanjut dari dehidrasi.
6.
.    Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama. Awasi/catat perubahan irama.

perubahan jantung/distritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/atau ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/hipokalsemia.

3.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.
Tujuan:

a.       Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal.
b.      Tidak mengalami malnutrisi.
c.       Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan da/atau mempertahankan beratbdan normal.

No
Intervensi
Rasional
1.
 Kaji abdomen, catat adanya/karakter bising usus, distensi abdomen, dan keluhan mual.
disetensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/tidak adanya bising usus.
2.
      Berikan perawatan oral.
menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi membran mukosa kering sehubungan dengan dehidrasi dan bernapas dengan mulut bila NG dipasang
3.
Observasi warna/konsistensi/jumlah feses dan bau
steatore terjadi karna pencernaan lemak tidak sempurna.
4.
Catat tanda peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan ketajaman visual
mewaspadakan terjadinya hiperglikemia karna peningkatan pengeluaran glukagon (kerusakan sel alfa) atau penurunan pengeluaran insulin (kerusakan sel beta).

4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi.
Tujuan:
a.        Meningkatkan waktu penyembuhan, bebas tanda infeksi.
b.       Tidak demam.
c.        Berpartisipasi pada aktivitas untuk menurunkan resiko infeksi

No
Intervensi
Rasional
1.
Gunakan tehnik aseptik ketat bila mengganti balutan bedah atau bekerja dengan infus kateter/selang. Ganti balutan dengan cepat
membatasi sumber infeksi, dimana dapat menimbulkan sepsis pada pasien.

2.
      Tekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik.
menurunkan resiko kontaminasi silang.

3.
Observasi frekuensi dan karakteristik pernapasan, bunyi napas. Catat adanya batuk dan produksi sputum
akumulasi cairan dan keterbatasan mobilitas mencetuskan infeksi pernapasan dan atelektasis. Akumulasi cairan asites dapat menyebabkan peningkatan diafragma dan pernapasan abdomen dangkal.

4.
     Dorong  posisi sering, napas dalam dan batuk.
meningkatkan ventilasi segmen paru dan meningkatkan mobilitas sekresi

K.    Evaluasi

1.      Nyeri dapat teratasi dengan kriteria klien mengatakan nyeri hilang/terkontrol dan mengikuti program terapeutik.
2.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria klien mampu mempertahankan hidrasi adekuat dengan tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria klien mampu menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi.
4.       Resiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria klien bebas tanda infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

              Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.

             Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, (Edisi 8), Jakarta, EGC.
http://meetabied.blogspot.com/2011/01/askep-pankreatitis.html


PANKREATITIS KRONIS
  1. DEFINISI

Pankreatitis Kronis merupakan peradangan pankreas yang menahun. Pankreatitis kronik merupakan kelainan inflamasi yang ditandai oleh kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif pada pankreas. (Brunner & Suddart, 2001:1348).  ankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim eksokrin pankreas yang ireversibel.


2.      ETIOLOGI
Keadaan yang paling sering menyebabkan pankreatitis kronik adalah alkoholisme. Penyebab lain adalah hiperkalsemia, hiperlipidemia, pankreas divisum, pankreatitis herediter dan malnutrisidefisiensi-protein.

3.      PENYEBAB
Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah alkoholisme.
Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas.  Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis.  Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui.
Di negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas. Gejala awalnya umumnya berasal dari diabetes.
4.      MANIFESTASI KLINIK

Pankreatitis kronik ditandai oleh serangan nyeri yang hebat di daerah abdomen dan punggung, disertai muntah. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, serangan nyeri yang berulang-ulang tersebut terasa semakin hebat, semakin sering dan lama. Sebagian pasien mengeluhkan nyeri hebat; yang lain merasakan nyeri tumpul, konstan dan membandel.

Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronik. Hal ini disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorpsi terjadi kemudian pada penyakit tersebut ketika fungsi pankreas mash tersisa 10%. Akibatnya, proses pencernaan bahan makanan, khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi akan terjadi lebih sering dan feses menjadi berbuih serta berbau busuk akibat gangguan pencernaan lemak yang menyebabkan feses tersebut banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatore. Dengan semakin berlanjutnya proses penyakit, kalsifikasi pada kelenjar pankreas dan terbentuknya batu kalsium di dalam saluran kelenjar dapat terjadi.   

5.      PATOFISIOLOGI

Pankreas mengalami kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif. Dengan digantikannya sel-sel pankreas (sel-sel asiner pankreas) yang normal oleh jaringan ikat akibat serangan pankreatitis berulang-ulang dan efek toksik dari alkohol dan metabolitnya, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi (destruksi parenkim endokrin pankreas). 

6.      GEJALA
Gejala pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap, yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.
Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, sel-sel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan, sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-tetesan minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan. Pada akhirnya sel penghasil insulin mungkin mengalami kerusakan dan secara perlahan akan menyebabkan kencing manis (diabetes).
7.      DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis akut
8.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase. Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah , yang mungkin akan meningkat.
Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu pada pankreas.
Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang memperlihatkan struktur dari saluran
pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran.

CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pancreas
9.      PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pankreatitis kronik bergantung pada kelainan yang mungkin menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri sera gangguan rasa nyaman, dan menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang terdapat pada pankreatitis.

Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada badomen diatasi dan dicegah dengan penggunaan metode nonopioid untuk mengatasi nyeri. Selaian itu, pasien dan keluarganya juga ditekankan tentang pentingnya menghindari alkohol serta makanan lain yang oleh pasien sendiri dirasakan cenderung menimbulkan nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen. Kenyataannya, tidak ada bentuk terapi lain yang dapat meredakan rasa nyeri tersebut jika pasien sendiri terus menerus mengkonsumsi alkohol dan hal ini harus ditegaskan pada pasien.

Diabetes melitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obatan hipoglikemia oral. Bahaya hipoglikemia yang berat akibat penggunaan alkohol harus ditekankan pada pasien dan anggota keluarganya. Terapi pengganti enzim pankreas diperlukan bagi pasien yang menderita malabsorpsi dan steatore.

Pembedahan umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi serangan pankreatitis akut. Tindakan bedah yang akan dilakukan tergantung pada kelainan anatomis dan fungsional pankreas yang mencakup lokasi penyakit di dalam pankreas, keberadaan penyakit diabetes, insufisiensi eksokrin, stenosis bilier dan pseudokista pankreas.

Pankreatikojejunostomi dengan anastomosis side-to-side atau penyambungan duktus pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas kedalam jejunum.

10.  PENGOBATAN
Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol.  Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.  Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa nyeriUntuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari
Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan penekanan). Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak.
Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. ika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat.
Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita. Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan
Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik. Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan lemak.  Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).


TRAUMA TUMPUL PANKREAS


A.     Pengertian

Trauma tumpul pankreas relatif jarang terjadi dibandingkan trauma tumpul yang mengenai organ-organ intraabdomen lainnya. Diantara trauma tumpul abdomen, trauma tumpul pankreas berada pada urutan ketiga setelah trauma tumpul pada hati dan limpa. Angka kejadian trauma tumpul pankreas berkisar 3-12 %. Diperkirakan diantara 100 pasien dengan trauma tumpul abdomen, tercatat kurang dari 10 pasien mengalami trauma tumpul pada pancreas
Kematian akibat post trauma tumpul pankreas berkisar 9-34 % seperti yang dilaporkan oleh Furkovich. Peningkatan angka kematian post trauma tumpul pankreas disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan keterlambatan penanganan yang definitif


B.     Hubungan Anatomi Pankreas dengan Trauma Tumpul Pankreas
Lokasi pankreas yang relatif terproteksi pada cavum abdomen dan terfiksasi pada posisi retroperitonial memberikan perlindungan pankreas terhadap trauma langsung maupun tidak langsung. Tulang-tulang rusuk menyediakan proteksi struktural tulang dan dilindungi oleh otot-otot dorsal paraspinous yang tebal. Sebelah anterior, otot rectus dan otot-otot abdomen yang matur, dikombinasikan pula dengankarakteristik liver, colon, duodenum, gaster, usus halus yang mengabsorbsi energi menyediakan proteksi pankreas terhadap trauma tumpul. Pada trauma tumpul yang berat, posisi anatomi pankreas mungkin menyebabkan trauma pancreas seperti pada fraktur corpus columna spinalis di sebelah atas dan corpus vertabrae sebelah posterior.2Corpus pankreas yang terletak sebelah anterior terhadap spinal lumbar kedua sampai keempat membuatnya rentan terhadap trauma tumpul.
Struktur pembuluh darah yang letaknya berdekatan dengan caput dan corpus pankreas memiliki dampak terhadap terjadinya peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita dengan trauma tumpul pankreas. Pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan aorta terletak sebelah posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena mesenterik superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas. Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali menjadi penyebab kematian pada pasien dengan trauma tumpul pada pankreas.
Pembuluh darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta berjalan di sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas, dimana posisi tersebut relatif mudah terpapar dan robek dibandingkan vena cava inferior dan vena porta jika terjadi trauma yang mengenai pankreas. Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali juga menyebabkan kematian pada pasien post trauma tumpul pankreas apabila tidak tertangani dengan
C.     Etiologi dan Mekanisme Trauma Tumpul Pankreas
Trauma tumpul yang hanya mengenai pankreas relatif jarang terjadi dan biasanya terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya.7 Posisi pankreas yang relatif terproteksi menyebabkan trauma tumpul pankreas akan terjadi bila terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen ataupun energi tinggi yang langsung jatuh tepat pada epigastrium misalnya pada kecelakaan.3 Mekanisme terjadinya trauma tumpul pankreas adalah melalui mekanisme kompresi dan trauma deselerasi. Mekanisme kompresi terutama akibat energi tinggi yang terlokalisir mengenai epigastrium, dengan menekan pankreas yang terletak di bawahnya melawan corpus vertebra. Disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling sering terjadinya trauma tumpul pankreas. Pada trauma tumpul pankreas, fraktur di atas columna vertebralis seringkali terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh trauma langsung mengenai abdomen karena posisi sabuk pengaman yang tidak tepat. Untuk dapat menegakkan diagnosis adanya trauma tumpul pankreas, harus dikenali jenis trauma apakah trauma tumpul atau trauma tajam dan informasi mengenai benda penyebab trauma (seperti meja, kayu, atau pisau) akan dapat membantu klinisi.
D.     Gejala klinik dan Pemeriksaan Fisik Trauma Tumpul Pankreas
Pada banyak kasus post trauma tumpul pankreas pada stadium dini sering tanpa gejala dan kesan tampak tidak ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak menyadari adanya trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank ecchymosis, akan membangun kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial. Fraktur limpa dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan, nyeri epigastrium, nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post trauma.
 Terdapat laporan pada pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit tetap asimtomatik dalam berminggu-minggu, berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun setelah trauma awal. Seringkali pasien dengan trauma tumpul yang mengenai pankreas menunjukkan manifestasi krisis abdominal yang tidak spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan fisik dan pasien awalnya mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal
Alasan mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah trauma.
Akan tetapi bila dilakukan skenario atau pemeriksaan yang lebih lengkap pada pasien dengan post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi peritonial yang berat dan temuan pemeriksaan fisik abdomen. Trauma tumpul pankreas sering kali disebabkan oleh trauma pada organ-organ intraabdomen lainnya. Gejala trauma pada struktur-struktur lain sering kali mengaburkan trauma tumpul pankreas dengan demikian dibutuhkan kewaspadaan yang tinggi dari klinisi untuk memastikan adanya trauma tumpul pada pankreas.1,2 Adanya contusio jaringan lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada tulang- tulang rusuk bawah atau costal cartilage menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya laserasi pada pankreas, diikuti dengan adanya trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya menyebabkan masuknya sekresi pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan chemical peritonitis.
E.     Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas
Amilase adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul abdomen dan menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas, hiperamilasemia harus dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya trauma pankreas post trauma tumpul abdomen dan mengindikasikan pemeriksaan lebih lanjut.6 Hal ini disebabkan oleh karena kerusakan pada pankreas menyebabkan pelepasan enzim amilase yang menyebabkan kerusakan pada pankreas itu sendiri dan pada jaringan sekitarnya berupa retroperitonial plegmon dengan nekosis lemak dan abses. Kerusakan yang terjadi akibat autodigestive enzim amilase terhadap pankreas itu sendiri.
Walaupun konsentrasi tertinggi amilase pada tubuh manusia adalah pada pankreas, hiperamilasemia bukan merupakan indikator reliabel terhadap adanya trauma pankreas. Sebanyak 40 % pasien dengan trauma pankreas pada awalnya memiliki kadar amilase serum yang normal. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa trauma yang tersembunyi pada otak juga dapat menyebabkan peningkatan serumamilase melalui mekanisme sentral yng masih belum jelas. Hiperamilasemia juga ditemukan pada pasien dengan trauma duodenal, trauma hepatik, serta pasien dengan intoksikasi.
Waktu antara terjadinya trauma tumpul pankreas dan penentuan kadar serum amilase memegang peranan penting. Disebutkan bahwa pada 73 pasien yang dicatat mengalami trauma tumpul pankreas, kadar serum amilase meningkat pada 61 pasien (84%) dan normal pada 12 pasien (16%). Sensitivitas kadar serum amilase dalam mendeteksi adanya trauma tumpul pankreas berkisar antara 48% sampai dengan 85% dan spesifitas berkisar antara 0 sampai dengan 81%. Nilai prediktif negatif serum amilase setelah trauma tumpul adalah sekitar 95%. Sensitivitas dan nilai prediktif positif mungkin meningkat jika kadar serum amilase diperoleh lebih dari tiga jam setelah trauma. Jadi dapat disimpulkan bahwa 95% pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan kadar serum amilase yang normal tidak mengalami trauma tumpul pankreas. Deteksi amilase pada kumbah cairan peritoneal lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis trauma tumpul pankreas dibandingkan kadar amilase pada serum atau darah. Akan tetapi prosedur diagnostik ini bukan tes rutin pada banyak institusi.2
F.      Pemeriksaan Pencitraan Trauma Tumpul Pankreas
Pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal mengindikasikan untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi foto polos abdomen,
a)      ultrasonografy,
b)      CT scan abdomen,
c)      endocopic retrograde
d)      cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah eksplorasi.
Foto polos abdomen mungkin menunjukkan kalsifikasi pancreas dari episode pancreatitis sebelumnya, akan tetapi jarang bermanfaat dalam mendeteksi trauma tumpul pankreas. Foto polos abdomen lebih bermanfaat dalam mendeteksi trauma tajam dengan memvisualisasi dan melokalisir benda asing seperti fragmen peluru dan proyektil yang menginduksi trauma pada tulang. Walaupun tidak bermanfaat secara spesifik dalam mendeteksi trauma tumpul pankreas, foto thorak posisi PA mungkin menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, yang menandakan trauma
pada lambung, duodenal, atau trauma pada usus halus yang seringkali dihubungkan
dengan trauma pada pankreas.
Ultrasonografy (USG) telah digunakan bertahun-tahun untuk mengevaluasi penyakit yang mengenai pankreas, akan tetapi USG tidak digunakan secara rutin dalam mendeteksi trauma pankreas karena sensitivitas dan spesifitasnya yang rendah. Bahkan dengan peningkatan penggunaan USG abdomen yang terfokus untuk mengidentifikasi cairan abdominal atau hemoperitonium pada pasien trauma, tidak ada pengalaman yang nyata penggunaan USG secara spesifik pada trauma pankreas akut.
CT scans abdomen pada pasien yang secara hemodinamik stabil menyediakan prosedur diagnostik yang paling komprehensif dalam menegakkan diagnosis trauma tumpul pankreas. CT scans abdomen dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifitas 70-80% untuk mendiagnosis trauma tumpul pankreas. Karakteristik temuan CT scans yang dihubungkan dengan trauma pancreas meliputi visualisasi langsung fraktur parenkimal, hematom intrapankreatik, cairan pada lesser sakulus, cairan yang memisahkan pembuluh vena splenik dengan corpus pankreas, penebalan fascia renal sebelah anterior, dan hematom retroperitoneal atau akumulasi cairan pada retroperitoneal. Temuan ini sering tak kentara dan jarang seluruh temuan tersebut dijumpai pada satu pasien dengan trauma tumpul pankreas. Jika pasien diperiksa segera setelah trauma, beberapa temuan CT scans mungkin tidak tampak, yang mana merupakan bagian keterangan negatif palsu CT scans yang dilaporkan pada 40% pasien dengan trauma pankreas.
ERCP tidak berperan dalam evaluasi akut pada pasien yang secara hemodinamik tidak stabil, tetapi sejumlah laporan pada dekade sebelumnya ERCP bermanfaat dalam diagnosis dan manajemen trauma pankreas. Penggunaan ERCP untuk mendiagnosis trauma pankreas pertama kali dilaporkan oleh Gougeon dan kawan-kawan pada tahun 1976. Saat ini ERCP merupakan modalitas pencitraan yang terbaik untuk pankreas, akan tetapi selalu melibatkan anastesi dan tidak tersedia secara luas. ERCP sebagai standar untuk diagnosis awal trauma pankreas pada pasienyang secara hemodinamik stabil dengan nyeri abdomen yang persisten, peningkatan  erum amilase, dan temuan CT scans yang masih kabur.
G.    Klasifikasi Trauma Tumpul Pankreas
Saat ini klasifikasi trauma pankreas yang digunakan secara luas adalah menurut American Association for the Surgery of Trauma (AAST) berdasarkan status duktus pancreas dan memfokuskan lokasi anatomi trauma. AAST mengklasifikasikan trauma pankreas menjadi lima grading yatu:
• Grade I meliputi hematom yang kecil tanpa adanya jejas pada duktus. Laserasi
superfisial tanpa adanya jejas pada duktus pankreas
• Grade II meliputi hematom yang luas tanpa adanya jejas pada duktus tanpa adanya jejas pada duktus pankreas. Laserasi luas tanpa adanya jejas pada duktus pankreas tanpa adanya jejas pada duktus pankreas
• Grade III meliputi transeksi distal atau laserasi parenkimal dengan disertai
jejas pada duktus pankreas
• Grade IV meliputi transeksi proksimal atau laserasi parenkimal yang
melibatkan ampulla pankreas
• Grade V meliputi disrupsi masif caput pankreas
Klasifikasi tersebut di atas menentukan manajemen terapi dan berkorelasi dengan
morbiditas dan mortalitas trauma tumpul pankreas.

H.    Manajemen terapi Trauma Tumpul Pankreas
Pada sebagian besar kasus trauma tumpul pankreas, reseksi tidak selalu dibutuhkan. Pada kasus laserasi kapsular yang kecil atau superfisial, kontusio atau hematom parenkimal yang kecil tanpa jejas pada duktus pankreas dan tanpa hilangnya jaringan parenkimal (Grade I dan II), manajemen terapi yang terbaik adalah tanpa suture, akan tetapi terapi yang dibutuhkan adalah drainase eksternal. Transeksi distal parenkimal páncreas (Grade III) melawan corpus vertabra mungkin membutuhkan reseksi corpus dengan distal pancreatectomy dan drainase. Sementara transeksi proksimal pankreas (Grade IV) pada pasien yang secara hemodinamik tidak stabil, terlebih dahuli tangani hemostasisnya dan drainase, sedangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil manajemennya adalah membagi páncreas secara komplit, lakukan proksimal pankreatektomi dan lakukan anatomosis sisa distal páncreas ke jejunum. Pada disrupsi masif caput pankreas yang masif manajemennya adalah dengan mengerjakan pancreaticoduodenectomy (Whipple procedure).
I.        Komplikasi Trauma Tumpul Pankreas
Komplikasi trauma tumpul pankreas cukup tinggi, dan berkorelasi dengan grading klasifikasi trauma pankreas. Komplikasi trauma tumpul pancreas bervariasi mulai dari pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat perdarahan yang masif.
Pembentukan fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan tetapi dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif, fistula biasanya sembuh secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.
Insiden pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10 sampai dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang muncul. Pada sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau peripankreatik. Abses pakreatik murni insidennya jarang dan biasanya dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuat atau dihasilkan dari drainase awal yang tidak adekuat.
Nyeri abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pada 8% sampai dengan 18% pasien post operasi. Tipe pankreatitis ini ditangani dengan dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus, dan terapi suportif, dapat diharapkan menyembuhkan secara spontan pankreatitis. Lebih jauh lagi pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis hemorrhagik yang dapat menimbulkan kematian
Trauma tumpul terhadap pankreas dapat menghasilkan pseudokista residual baik intrapankreatik atau peripankreatik.8 Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah insufisiensi hormon-hormon kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas.
J.      Patofisiologi Kematian Post Trauma Tumpul Pankreas
Kematian post trauma tumpul pankreas lebih jarang dilaporkan dibandingkan kematian akibat post trauma tumpul organ intraabdomen lain. Trauma tumpul pankreas diakibatkan oleh energi tinggi dari vektor anterior-posterior atau sebaliknya yang mengenai abdomen atau secara langsung mengenai pankreas menyebabkan ruptur pankreas. Ruptur pankreas post trauma tumpul merobek sistem duktus dan menyebabkan sekresi getah pankreas dalam hal ini enzim amilase memasuki parenkim kelenjar sehingga terjadi kerusakan pankreas. Kerusakan kecil pada pankreas menyebabkan kerusakan yang besar pada kelenjar pankreas. Hal ini disebabkan oleh karena getah pankreas (enzim amilase) bersifat autodigestif terhadap parenkim pankreas dan jaringan disekitarnya. Kerusakan pankreas yang menyeluruh menyebabkan terjadinya perdarahan yang masif, apabila tidak ditangani menyebabkan kematian. Sebagai tambahan, kematian post trauma tumpul pankreas disebabkan pula oleh adanya sepsis intra abdomonal.4 ,7
Kematian post trauma tumpul pankreas juga disebabkan karena robeknya dan erosi pada pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan aorta terletak sebelah posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena mesenterik superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas. Pembuluh darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta berjalan di sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas relatif mudah terpapar dan robek Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali menjadi penyebab kematian pada pasien dengan trauma tumpul pada pankreas.2
referensi 

INSULINOMA
A. DEFINISI
Insulinoma merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini menghasilkan insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Hanya 10% insulinoma yang bersifat ganas.

B. PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita neoplasia endokrin multipel tipe I.

C. GEJALA
Gejala-gejalanya disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini muncul jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul di pagi hari setelah puasa semalaman.

Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu:
- sakit kepala
- linglung
- gangguan penglihatan
- kelemahan otot
- goyah
- perubahan kepribadian.

Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.
Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah:
- pingsan
- lemah
- gemetar
- palpitasi (jantung berdebar-debar)
- berkeringat
- rasa lapar
- gugup.

D. DIAGNOSA
Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG.

E. PENGOBATAN
Insulinoma diobati melalui pembedahan.

4. Ketoasidosis diabetik
A. Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
B. Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
- Infeksi
- Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolik .
- Menolak terapi insulin
C. Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5. Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi
D. Rencana Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
- Peningkatan urin output
- Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
- Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
- Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pulse perifer dapat teraba
- Turgor kulit dan capillary refill baik
- Keseimbangan urin output
- Kadar elektrolit normal
-
E. Intervensi :
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional :
Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2.Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
Rasional :
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3.Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
Rasional :
Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4.Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional :
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5.Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional :
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6.Timbang BB
Rasional :
Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional :
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8.Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
Rasional :
Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9.Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional :
Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10.Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler
Rasional :
Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
-Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional :
Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
-Albumin, plasma, dextran
Rasional :
Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
-Pertahankan kateter terpasang
Rasional :
Memudahkan pengukuran haluaran urin
-Pantau pemeriksaan lab :
Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
Natrium, Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
Kalium, Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
-Berikan Kalium sesuai indikasi
Rasional :
Mencegah hipokalemia
-Berikan bikarbonat jika pH <7,0 Rasional : Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok -Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi Rasional : Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme Batasan karakteristik : - Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan - Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk - Diare Kriteria hasil : - Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat - Menunjukkan tingkat energi biasanya - Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal Intervensi : 1.Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya 2.Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik 3.Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi Rasional : Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi. 4.Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik 5.Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi Rasional : Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien 6.Observasi tanda hipoglikemia Rasional : Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensial dapat mengancam kehidupan sehingga harus dikenali 7.Kolaborasi : Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia 
SOP PERAWATAN LUKA GANGREN
Luka kotor adalah luka yang terinfeksi. Gangren adalah luka yang terinfeksi disertai dengan adanya jaringan yang mati. Oleh karena itu perlu diganti balutan secara khusus gunanya untuk :
- Mencegah meluasnya infeksi
- Memberi rasa nyaman pada klien
Operasional dilakukan pada :
- Luka terbuka / kotor
- Luka gangren
PERSIAPAN
Persiapan Alat
a. Alat Seteril ( bak instrument bersisi ) :
- 2 Pinset anatomi
- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri
- 1 gunting jaringan
- 1 klem kocher
- Kassa dan deppers seteril
a. Alat Tidak Seteril
- Bethadine
- Larutan NaCl 0,9 %
- Handscone
- Kom kecil
- Verban dan plester
- Perlak
- Tempat cuci tangan
- Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )
- Sampiran jika perlu
- Masker jika perlu
- Schort bila perlu
- Obat-obatan sesuai program medis
Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien disiapkan pada posisi yang nyaman
PELAKSANAAN
1. Seperangkat instrument didekatkan pada pasien
2. Pasien diberitahu tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Perawat cuci tangan dan pasang sampiran
4. Memasang perlak dibaeah daerah yang akan diganti balutanya
5. Memakai hansscone
6. Membuka balutan dan membuang balutan lama ke tempat sampah yang telah disediakan
7. Membersihkan luka demaksud dengan kassa seteril yang telah di basahi dengan NaCl dan bethadine kemudian membuang bagian-bagian yang kotor atau jaringan nekrotik
8. Membersihkan dengan arah kedalam dan keluar
9. Mengompres luka dengan bethadine atau dengan obat yang ditentukan oleh dokter, sampai tertutup semuanya
10. menutup luka dengan kassa seteril kering
11. Membalut luka dengan verban
12. Meletakan alat-alat yang telah selesai dipergunakan kedalam bengkok yang berisi dengan laritan desinfektan
13. Alat –alat dibereskan dan dikembalikan ketempatnya semula
1. Perawat cuci tangan
EVALUASI
Mencatat hasil tindakan perawatan luka darin pada dokumen keperawatan :
Perhatian :
- Perhatikan teknik asepthik dan antiseptik
- Jaga privasi klien
- Perhatikan jika ada pus / jaringan nekrotik


 
CARA PEMBERIAN INSULIN
Insulin kerja singkat :
  • IV, IM, SC
  • Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
  • Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
  • Jangan IV karena bahaya emboli.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
            < 60 mg % =          0  unit
          < 200 mg % =    5 – 8  unit
    200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
     250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
    300 – 350 mg% =         20 unit
           > 350 mg% = 20 – 24 unit

Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen;
1         Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan steril.
2         Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3         Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4         Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
5         Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
6         Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
7         Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada  daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.
Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm)  dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.
Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:
  1. Menyuntik dengan suhu kamar
  2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
  3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
  4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
  5. Tusuklah kulit dengan cepat
  6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
  7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

Jenis alat suntik (syringe) insulin
1. Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang.
2. Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.
3.  Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.

Penyimpanan Insulin Eksogen
Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

Efek samping penggunaan insulin
  • Hipoglikemia
  • Lipoatrofi
  • Lipohipertrofi
  • Alergi sistemik atau lokal
  • Resistensi insulin
  • Edema insulin
  • Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.